Jumat, 24 April 2020

Tugas membuat objek buah jambu biji dengan aplikasi blender


Tahap pembuatan objek buah Jambu Biji
1. Objek pertama kali adalah kubus dan setelah itu kita hapus kubusnya

2.  Lalu klik add pilih mesh dan pilih UV sephere untuk membuat objek buah Jambu biji

3. Selanjutnya adalah memberikan efek smooth objeknya dengan cara klik kanan objeknya, kemudian klik tombol smooth.

4. .Selanjutnya berikan warna pada objek yang kita buat, dengan mengklik menu material yang ada disebelah kanan jendela, lalu pilih new. Klik warna yang kita inginkan.

5. Langkah selanjutnya membuat plane dengan cara add lalu pilih plane, setelah itu warnai plane dengan warna merah.

6.Yang terakhir yaitu membuat pecahayaan dari viewport shading


Tokoh Wayang Arjuna


  Wayang arjuna sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tokoh salah satu dari Pandawa ini memang menjadi sosok panutan atau figur lelaki yang sebenarnya bagi masyarakat Jawa. Untuk mengenal semua tentang Wayang Arjuna, kami menyajikan profil dan biografi Arjuna secara lengkap dari Kehidupan pribadi, Kepribadian, Keluarga, pusaka dan anak-anak wayang Arjuna hingga Peperangan Bharatayudha.
Wayang Arjuna adalah seorang tokoh protagonis dalam cerita Mahabharata. Ia sangat terkenal sebagai salah satu dari Pandawa yang paling menawan parasnya dan lemah lembut budi pekertinya.
Diriwayatkan bahwa Arjuna merupakan putra dari :
§  Prabu Pandudewanata, seorang Raja di Hastinapura dan
§  Dewi Kunti yaitu seorang putri dari Prabu Surasena seorang Raja Wangsa Yadawa di Mandura.
Arjuna memiliki empat saudara yang dikenal dengan Pandawa dari satu Ibu dan saudara lain Ibu :
§  Saudara satu Ibu
Puntadewa/ Yudhistira dan Bima/Werkudara
§  Saudara lain Ibu (Putra Pandu dengan Dewi Madrim)
Nakula dan Sadewa
Nama-Nama Wayang Arjuna
Dalam bahasa Sansekerta, kata Arjuna secara harfiah mengandung arti “ bersinar terang”, “putih”, “bersih”. Secara makna, nama Arjuna bisa dikatakan berarti “ jujur di dalam wajah dan pikiran”. Arjuna sendiri mempunyai banyak nama dan julukan, antara lain :
§  Janaka (memiliki banyak istri)
§  Parta (pahlawan perang)
§  Pemadi (tampan)
§  Dananjaya
§  Kumbang ali-ali
§  Ciptaning Mintaraga (Pendeta suci)
§  Pandusiwi
§  Indratanaya (putra Bathara Indra)
§  Jahnawi (gesit trengginas)
§  Palguna
§  Danasmara (perayu ulung)
§  Margana (suka menolong)

Pusaka Arjuna

Ketika Arjuna menjadi seorang Raja di Kahyangan Kaindran bergelar Prabu Karitin, ia mendapat anugerah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain :
1.      Gendewa : dari Bathara Indra
2.      Panah Ardadali : dari Bathara Kuwera
3.      Panah Cundamanik: dari Bathara Narada

Selain itu, Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya yaitu :
§  Keris Kyai Kalanadah
§  Panah Sangkali (dari Resi Durna)
§  Panah Candranila, Panah Sirsha
§  Keris Kyai Sarotama, Keris Kyai Baruna
§  Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu)
§  Terompet Dewanata
§  Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani)
§  Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kyai Pamuk
Sedangkan Ajian yang dimiliki Arjuna ialah :
§  Panglimunan
§  Tunggengmaya
§  Sepiangin
§  Mayabumi
§  Pengasih
§  Asmaragama
Selain itu Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Sifat dan Kepribadian Arjuna

Arjuna ialah seorang ksatria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, Arjuna juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna juga pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga dan bergelar Bagawan Ciptaning. Ia mendapatkan amanah dari para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas semua jasanya, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa.
Ia adalah petarung handal tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara dan berhati lembut.  Seorang ksatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi orang Jawa dulu, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya.
Arjuna memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, bijaksana, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah Amarta. Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi seorang raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Akhir riwayat hidup Arjuna diceritakan, bahwa ia moksa (mati sempurna) bersama keempat saudaranya yang lain di sebuah gunung Himalaya.

Mengapa kebanyakan WNI mudah sekali terpapar arus hoaks



  Penyebaran berita bohong atau sering disebut hoax kini tengah menjadi persoalan yang cukup serius di Indonesia. Pasalnya, hoax menjadi salah satu pemicu fenomena putusnya pertemanan, gesekan, dan permusuhan. Informasi yang bersifat hoax menyebar dengan cepat baik melalui saluran media sosial maupun grup di aplikasi chatting, misalnya WhatsApp, BlackBerry Messenger, dan masih banyak lagi. Mengapa banyak orang yang mudah percaya dengan informasi-informasi hoax dan mengapa pula penyebarannya begitu masif meski kebenarannya belum dapat dipastikan? Menurut pandangan psikologis, ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung mudah percaya pada hoax.

Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Misal seseorang memang sudah tidak setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu. Ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut, maka ia mudah percaya, ujar Laras Sekarasih, PhD, dosen Psikologi Media dari Universitas Indonesia, saat dihubungi Kompas.com. Hal tersebut, menurut Laras, juga berlaku pada kondisi sebaliknya. Seseorang yang terlalu suka terhadap kelompok, produk, dan kebijakan tertentu, jika menerima informasi yang sesuai dengan apa yang ia percayai, maka keinginan untuk melakukan pengecekan kebenaran terlebih dahulu menjadi berkurang. Secara natural, perasaan positif akan timbul di dalam diri seseorang ketika ada yang mengafirmasi apa yang dipercayai. Perasaan terafirmasi tersebut juga menjadi pemicu seseorang dengan mudahnya meneruskan informasi hoax ke pihak lain. Penyebaran hoax, selain karena adanya perasaan terafirmasi, juga dipengaruhi oleh anonimitas pesan hoax itu sendiri.
“Sering kali ada awalan pesan ‘sekadar share dari grup sebelah’. Anonimitas ini menimbulkan pemikiran bahwa jika informasinya salah, bukan tanggung jawab saya. Saya sekadar share,” ujarnya lagi. Terbatasnya pengetahuan Alasan kedua bagi seseorang mudah percaya pada hoax, lanjut Laras, bisa juga disebabkan terbatasnya pengetahuan. “Tidak adanya prior knowledge tentang informasi yang diterima bisa jadi memengaruhi seseorang untuk menjadi mudah percaya,” katanya. Ia mencontohkan informasi yang ramai disebarkan melalui broadcast message berisi ajakan untuk mengunduh aplikasi tertentu atau donasi melalui perusahaan tertentu. Kepercayaan terhadap informasi-informasi tersebut bisa jadi dikarenakan tidak ada pengetahuan sebelumnya mengenai aplikasi atau perusahaan yang dimaksud.

Fakta menariknya, tidak ada satu pun orang yang benar-benar imun terhadap hoax. Siapa saja bisa menjadi korban sesatnya informasi hoax. “Ketika berbicara soal media sosial, media digital, saya berpendapat, kita harus bedakan antara kemampuan mengevaluasi informasi dengan kemampuan mengoperasikan gawai. Seseorang yang tech savvy belum tentu information literate,” ujarnya. Oleh karena itu, secara teoretis, menurut Laras, rentan atau tidaknya seseorang terhadap hoax lebih tergantung pada kemampuan berpikir kritis, mengevaluasi informasi, dan literasi media, bukan hanya kemahiran memanfaatkan teknologi informasi.

"Hoax" memberi dampak psikologis Laras mengatakan, secara umum hoax memiliki daya untuk mengubah dan memperkuat sikap atau persepsi yang dimiliki seseorang terhadap suatu hal. Bisa jadi ketidaksetujuan terhadap kebijakan tertentu, orang tertentu, kelompok tertentu, dan sebaliknya. Namun, khusus informasi-informasi hoax yang bersifat negatif dapat menyebabkan kecemasan berlebih. “Informasi hoax yang negatif menimbulkan rasa takut terhadap dunia luar, ada kecemasan berlebih,” katanya.

 Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Atmajaya Yogyakarta Danarka Sasongko menilai, literasi publik terhadap pesan-pesan di media sosial masih rendah. Hal itulah yang menyebabkan berita-berita palsu atau hoax banyak dibagikan oleh masyarakat di media-media sosial pribadinya. Itu merupakan penyebab hoax menjadi viral yang pertama.
"Masyarakat masih belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Regulasi kita juga belum menjangkau hal-hal seperti itu. Oleh karenanya, kedua aspek itu perlu dibenahi," kata Danar saat dihubungi, Ahad, 22 Januari 2017.
Kedua, menurut Danar, dunia media sosial bagi masyarakat Indonesia adalah hal yang baru. Itu sebabnya, masyarakat tergopoh-gopoh berhadapan dengan dunia yang baru tersebut. Hal itu, kata Danar, membuat masyarakat cenderung menelan sebuah informasi secara mentah-mentah. "Inilah kecenderungan masyarakat kita."
Ketiga, Danar berujar, fenomena merebaknya hoax di media sosial juga meningkat menjelang pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum. Keempat, kultur politik masyarakat belum matang. "Itu mengakibatkan political hoax banyak dikonsumsi masyarakat, black campaign," tuturnya.
Karena itu, menurut Danar, pemerintah perlu memperkuat regulasi, khususnya Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia menilai, revisi UU ITE yang baru saja dilakukan hanya menjangkau aspek hukum. "Tidak melibatkan teman-teman dari ilmu komunikasi, ilmu antropologi, dan lain-lain."
Danar mengatakan, definisi-definisi khusus tidak tertulis secara gamblang dalam UU ITE. "Misalnya tentang pesan media sosial, mana yang boleh dan mana yang tidak. Jadi, semisal terdapat suatu kasus dibawa ke pengadilan, orang hanya akan berdebat per definisi yang tidak secara khusus diatur," ujarnya.

Mengapa lockdown covid-19 diyakini tidak akan berhasil dilakukan di NKRI



  Wabah corona (COVID-19) semakin merebak di Tanah Air. Untuk memutus mata rantai transmisi penyebaran virus pemerintah pusat memutuskan untuk mengambil langkah kebijakan social distancing secara besar-besaran.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada Senin (30/3/2020) jumlah kasus kumulatif infeksi COVID-19 di dalam negeri mencapai 1.414. Sebanyak 75 orang dinyatakan sembuh, 122 orang meninggal dunia dan 1.217 masih mendapatkan perawatan intensif.

Dalam beberapa hari terakhir, jumlah kasus bertambah lebih dari 100 dalam sehari. Lonjakan kasus diprediksi masih akan terjadi untuk ke depannya. Pemerintah pun kini memilih untuk menerapkan social distancing secara besar-besaran.
Dalam pengumumannya kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa ini merupakan kondisi darurat sipil. Aparat kepolisian dan tentara akan diterjunkan untuk berpatroli. Akan ada penindakan hukum bagi mereka yang tidak mematuhi aturan ini.

Bahkan sempat dikabarkan, akses keluar masuk Jabodetabek akan ditutup kecuali untuk logistik. Indonesia memang belum memilih opsi lockdown seperti negara-negara lain. Namun, jika sudah melibatkan pembatasan dan akses masuk ke suatu wilayah dan orang-orang diminta untuk tinggal di rumah ini sudah bisa dibilang lockdown.

Lockdown sendiri merupakan upaya untuk memutus rantai transmisi penyebaran virus ke tingkat yang paling rendah. Menurut kajian World Economic Forum (WEF), lockdown bertujuan untuk menurunkan tingkat penyebaran virus. 

Lockdown terbukti berhasil dilakukan di China. Pada saat jumlah kasus infeksi masih berada di angka kurang dari 500, China memutuskan untuk menetapkan lockdown Provinsi Hubei terutama kota Wuhan yang diyakini sebagai sumber penyebaran virus.

Tepat pada 23 Maret 2020, pemerintah China menutup segala bentuk akses transportasi dari dan ke Wuhan. Kurang lebih ada 11 juta penduduk Wuhan yang terisolilasi kala itu. Pada awal-awal lockdown China masih memperbolehkan warganya untuk beraktivitas normal.

Namun seiring dengan lonjakan kasus yang terjadi makin tinggi, pemerintah China mengetatkan aturan dengan melarang setiap orang untuk keluar rumah. Selain itu China juga menerjunkan tenaga medisnya untuk datang ke rumah-rumah warga demi melakukan tes kesehatan. Bagi yang menunjukkan indikasi terinfeksi virus dipaksa untuk mengisolasi diri.
Genap dua bulan sudah Wuhan berada dalam kondisi lockdown, akhirnya pada 19 Maret lalu, otoritas kesehatan China mengumumkan tidak ada pertambahan kasus baru lagi di Provinsi Hubei. Lockdown di China memang brutal dan lebih ke eksperimen sehingga banyak dikecam pada awalnya. Namun strategi tersebut terbukti berhasil.
China bisa dikatakan menjadi negara pertama yang menang melawan corona. Pada Sabtu (28/3/2020) pemerintah China resmi mencabut status karantina Wuhan. Transportasi publik kembali beroperasi dan pembatasan wilayah dibuka. Namun orang-orang masih waspada dan tampak masih menggunakan masker di berbagai stasiun.

Langkah lockdown juga diikuti oleh negara lain yakni Italia (9/3/2020) dan Spanyol (15/3/2020) yang notabene menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua dan ketiga setelah AS dan menggeser posisi China.
Dalam kajiannya, WEF juga menilai lonjakan kasus yang signifikan terjadi di Italia dan Spanyol mengindikasikan bahwa wabah tersebut sudah hampir mencapai puncaknya.

Kebijakan lockdown memang tidak serta merta akan menuntaskan wabah dalam waktu singkat. Namun dengan adanya lockdown setidaknya membantu menurunkan laju transmisi penyebaran virus.

Indonesia sudah harus ambil tindakan tegas. Pasalnya dalam sebulan, jumlah kasus di Indonesia sudah mencapai angka 1.000 lebih. Bahkan tingkat kematian akibat COVID-19 di tanah air (8,4%) tergolong tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian global (4,8%).
Tidak peduli mau namanya diganti atau tidak, masalah COVID-19 ini tidak bisa dianggap remeh. Harus ada kejelasan dan ketegasan. Masalahnya ini sudah menyangkut nyawa warga negara yang dipertaruhkan.

Padahal nyawa merupakan hak dasar bagi tiap orang dan diatur dalam Undang Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 ayat 1. Jadi melindungi warganya dari infeksi COVID-19 sudah barang jelas merupakan tugas dan kewajiban negara.

Oleh karena itu, sekarang pertanyaannya bukan lagi apakah Indonesia siap atau tidak siap. Jawabannya hanya satu. Harus siap dan dipersiapkan! Setidaknya ada tiga faktor utama yang harus disiapkan oleh pemerintah terkait kebijakan karantina wilayah.
Pertama adalah regulasi yang jelas dan tegas. Aturan main harus rinci serta jelas terutama mengatur terkait, batasan-batasan kawasan yang diisolasi. Untuk batasan wilayah, pemerintah harus mempertimbangkan jumlah kasus dan pertambahan kasus yang berarti yang paling mungkin untuk dikarantina adalah Jabodetabek.

Aturan lain yang juga harus disiapkan adalah aktivitas masyarakat yang diperbolehkan hingga tidak diperbolehkan, tugas dan wewenang aparat bersangkutan di lapangan, jalur koordinasi antar kelembagaan (polisi, tentara, tim medis hingga sipil) dan yang terakhir adalah sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar.

Kedua, hal yang harus benar-benar diperhatikan adalah penyaluran bantuan atau stimulus. Koordinasi antar lembaga yang solid serta adanya transparansi data mutlak dibutuhkan. Pemerintah harus mengawasi dengan ketat setiap bantuan tunai baik yang berupa kartu sembako dan kartu pra kerja, sampai di tangan yang tepat.
Setiap bentuk penyelewengan bantuan ini oleh oknum tak bertanggungjawab harus ditindak dengan tegas dan pandang bulu.

Hal ketiga yang juga sangat penting adalah mempersiapkan armada dan logistik. Armada di sini adalah aparat keamanan maupun tim medis. Aparat keamanan seperti TNI dan POLRI harus disiagakan dengan jumlah yang memadai untuk menjaga keamanan baik lingkungan hingga keamanan pangan.

Armada kedua adalah tim medis dan juga sarana atau fasilitas perawatan. Perlu diketahui bersama dari aspek ini, Indonesia masih ketinggalan jauh dengan negara-negara lain. Sebagai gambaran, untuk kurang lebih 29 juta warga Jabodetabek sendiri saja hanya ada 8.700 dokter, 34.800 perawat dan 29.000 kasur rumah sakit.
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan program sukarelawan untuk membantu tim medis di lapangan. Tak hanya itu pemerintah juga menyulap wisma atlet menjadi rumah sakit darurat sementara untuk merawat pasien yang positif mengidap COVID-19.

Tenaga medis tak hanya diterjunkan untuk merawat orang yang sakit saja. Namun tenaga medis juga harus diterjunkan untuk melakukan fungsi deteksi dini secara masif serta melakukan surveilansi. Sehingga orang yang terindikasi terkena virus bisa diisolasi terlebih dahulu agar tidak menulari orang lain.

Logistik juga jadi faktor penting lainnya yang kudu banget disiapkan. Jangan sampai terkendala di logistik, pasokan bahan pangan dan barang kesehatan menjadi terganggu apalagi sampai langka.
Untuk bahan makanan sendiri, saat ini ada beberapa bahan makanan yang di pasaran sudah melesat tinggi seperti gula, bawang putih dan cabai rawit merah.

Pemerintah harus segera investigasi pemicu kenaikan harga bahan pokok ini. Jangan sampai ada yang memanfaatkan momen ini untuk meraup untung. Jika ditemukan praktik seperti itu maka jangan segan-segan untuk melibasnya.
Dalam kondisi lockdown, toko-toko ritel penyedia bahan pokok dan obat-obatan tetap buka. Namun juga harus dijaga aparat keamanan, untuk meminimalkan potensi terjadinya kekacauan mengingat panic buying susah untuk dihindari.

Lagi-lagi harus ada aturan yang jelas seperti yang ada di poin pertama terkait jam belanja hingga jumlah orang yang berbelanja untuk meminimalkan terjadinya interaksi yang intens dengan orang lain.

Itu adalah poin-poin yang 'fardhu ain' harus disiapkan dalam keadaan lockdownLockdown memang bukan sebuah kewajiban. Namun jika lonjakan kasus terjadi makin signifikan, maka lockdown jadi keniscayaan.

Sekarang bukan saatnya untuk ragu-ragu. Musuh tak tak terlihat sudah di depan mata. Nyawa kita pun jadi taruhannya. Kita harus bersiap pada kemungkinan terburuk.

Artikel mengenai "SISTEM BUKU BESAR DAN PELAPORAN"

  Artikel mengenai "SISTEM BUKU BESAR DAN PELAPORAN" A. Aktivitas Buku Besar dan Pelaporan Empat (4) aktivitas dasar yang dila...